Halaman

MARINIR INDONESIA DAN AMERIKA BANGUN SEKOLAHAN



20 Okt 2009


DISPENAL (20/10),- Marinir Amerika yang biasa disebut United States Marine Corps (USMC) dan US Navy bergabung dengan Korps Marinir TNI AL untuk membangun gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN) 05 Banyu Putih, Situbondo, Jawa Timur, Senin, (19/10).


Kegiatan yang dimulai sejak 17 Oktober 2009 ini merupakan bagian dari rangkaian Latihan Bersama (Latma) yang digelar Marinir Indonesia dan Amerika dengan nama Interoperability Field Training Exercise (IIP-FTX) Marine Exercise (Marex) 2009, dengan Komandan Latihan Kolonel Marinir Nur Alamsyah.


Menurut Wakil Kepala Sekolah SDN 05 Banyu Putih H. Burawi, S.Pdi dan salah satu guru Sukwan Juma’ani, A.Ma, SDN 05 Banyu Putih didirikan pada tahun1983 tanpa memiliki gedung sendiri. Ketika itu proses belajar mengajar dilakukan di teras rumah Ketua RT 01/02 dukuh Bugeman, Disan, dengan jumlah murid 20 anak yang kemudian mendapat tambahan dari dukuh Pondok Langgar hingga jumlahnya meningkat menjadi 73 siswa.


Pada tahun 1985, Dinas Pendidikan Ranting Banyu Putih mendirikan gedung SDN 05 Banyu Putih dengan 3 ruang kelas dan 1 ruang guru yang berlantaikan plester semen. Tahun 2000 dilakukan renovasi lantai diganti dengan tegel beton yang dipakai hingga sekarang. Kini, gedung berukuran 8 x 30 meter yang dibangun diatas areal tanah seluas 1.500 m2 itu tengah dilakukan renovasi bangunan berupa dinding, atap, plafon, kusen dan daun pintu jendela, kunci dan pengaitnya serta pengecatan.


Pekerjaan pembangunan yang dikomandani Mayor Mar Edi Riyaldi serta Komandan Peleton Lettu Mar Rudik Kuskundarto ini seluruhnya dilakukan secara gotong royong antara Korps Marinir TNI AL dengan Marinir Amerika (USMC) dan US Navy.


Sementara itu pada hari yang sama, di Puskesmas Banyu Putih telah digelar kegiatan bakti sosial kesehatan gratis yang juga dilakukan oleh Marinir Indonesia, USMC dan US Navy. Pada hari pertama dari kegiatan yang digelar selama 3 hari itu didapat 257 pasien yang mayoritas menderita penyakit mata, asam urat, dan asma, meski ada beberapa pasien hernia, kulit, diare, gigi dan lain-lain.


Menurut salah satu interpreter Letda Mar Bagus Kresno, panitia sedikit mengalami kesulitan komunikasi justru terhadap pasien yang hanya mampu berbahasa daerah. Pasalnya, dirinya hanya menyiapkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, sehingga ia memanfaatkan seorang teman yang berada didekatnya sebagai penterjemah bahasa Madura.


Ada adegan unik, ketika seorang pasien penyakit mata Miskaya (61 tahun), warga desa Curah Temu kecamatan Banyu Putih hendak diperiksa dokter mata, dirinya mendapat perintah untuk membaca huruf mulai dari huruf kecil hingga huruf besar tetapi dirinya selalu mengatakan tidak bisa, setelah ditanya kepada rekannya ternyata seorang nenek yang telah memiliki 5 cucu ini memang buta huruf. Sumber http://www.tni.mil.id